Kamis, 18 Oktober 2007

Menanti Skandal di Konferensi Musim Gugur

Menanti Skandal di Konferensi Musim Gugur
[ 18/10/2007 - 01:38 ]

Fahmi Huwaidi

Asy-syarq Al-ausath

Penulis termasuk yang heran dengan reaksi negara-negara Arab serius menanggapi konferensi musim gugur. Sebab yang terjadi di Israel adalah sebaliknya. Jika tujuannya adalah menyepakati “deklarasi kepentingan” atau “deklrasi prinsip-prinsip” yang diajukan tanpa ada komitmen dari Israel sedikitpun, sementara Abu Mazen akan memberikan kompromi dalam segala hal, apa lantas gunanya terhadap dunia Arab? Kenapa Arab harus terlibat dalam skandal politik seperti ini?
Banjirnya komentar yang dipublikasikan media Israel menunjukkan betapa mereka sangat melecehkan konferensi dan pesertanya. Alov Be di Haaretz (06/09) mengatakan, “Olmert dan Abu Mazen dua pemimpin lemah. Proses politik saat ini hanya sekedar proses untuk proses. Tujuannya agar ada gerak politik tidak lebih. Olmert mengetahui hal ini dengan baik sebab ia sadar dirinya tidak akan menghasilkan apapun.”
Mungkin munculnya di antara peserta dari Timur Tengah di konferensi sebagai capaian diplomasi lumayan. Namun hasil politik konferensi akan ditentukan di Tepi Barat dan Jalur Gaza bukan di taman hijau depan gedung putih Washington.
Kehadiran Ben Tsur, mantan kepala Deplu Israel, menurut artikel Alov di Yediot Aharonot (16/08) bahwa ujian terpenting bagi diplomasi Israel terwujud dalam pencegahan konferensi ini menjadi titik temu pertemuan antara politik Amerika yang tersesat di jalan dan politik Israel yang kehilangan daya telaah. Sehingga konferensi ini akan berubah menjadi fase tansisi menuju kekuasaan Arab.
Yosef Labied, mantan wakil PM dan mantan Mahkamah Agung Israel – teman terdekat Olmert – mengatakan di artikelya di Maarev mengomentari pertemuan Abu Mazen dan Olmert sebagai pertemuan yang mengundang tawa karena hanya menyia-nyiakan waktu.
Ia menambahkan, Olmert dan Abu Mazen paham tidak akan menemukan kesepakatan damai lainya meski terlibat dalam pembicaraan. Sebab Israel tidak mungkin memberikan kompromi kepada Palestina di Tepi Barat. Karena ada kemungkinan Hamas akan menguasai Tepi Barat setelag berhasil menguasai Jalur Gaza, Abu Mazen akan diusir, Haniya akan umumkan Palestina merdeka, roket Al-Qassam dan Katisyosha akan menyerang bukan saja ke Sidrot namun juga Natania, Saba, bandara Ben Gorion, hubungan transportasi Israel akan putus dengan dunia, Olmert, Barak tidak akan mampu mengendalikan situasi. Labid mengisyaratkan ketidakberdayaan pemerintah Israel menghilangkan permukiman di Tepi Barat.
Pemikir dan kolumnis Israel Doron Rozeneblom mengisyaratkan dalam artikelnya di Yediot Aharonot soal kesia-siakan pertemuan Olmert dan Abu Mazen.
Kolumnis dan wartawan Gadoon Leivi yang berafiliasi kepada aliran “things before Israeli” mengejek pertemuan Abu Mazen dan Olmert sebab pemerintah Israel sendiri yang menolak prakarsa Arab untuk perdamaian. Ia mengatakan “dalam impian kami yang paling kacau, kami tidak percaya bahwa suatu hari semua dunia Arab akan mengulurkan tangannya untuk berdamai, sementara Israel menolak uluran tangan itu. Kini sudah tiba saatnya kebenaran itu terungkap. Dan harus dikatakan bahwa Israel tidak ingin perdamaian. Pengakuan Israel sebagai pencinta perdamaian sudah berakhir. Sebaliknya sejak saat ini Israel sebagai tidak peduli dengan perdamaian”.
Benarlah pengamat di Yediot Aharonot, Carmon ketika menyatakan, gerak politik sekarang ini hanya gema dari kekuasaan Hamas terhadap Jalur Gaza. Hamaslah yang memaksa Olmert untuk tampil kepada dunia bahwa dirinya di pihak membantu Abu Mazen.
Hanan Kartezel, pengamat kawakan Israel mengulang-ulang ungkapannya, “Meski Abu Mazen memberikan kepala-kepala pemimpin Hamas dan Jihad Islami dalam wadah perak, Olmert tidak akan memberikan apa-apa kepada Palestina”
Ketika dilansi di asy-syarq ausath laporan dari korespondennya di Tel Aviv bahwa; pasca penyelenggaraan konferensi Israel – Palestina, Menhan Israel Jenderal Jay Iskanra berhasil memborgol PM Israel Ehud Olmert agar tidak memberikan janji meringankan penderitaan rakyat Palestina di Tepi Barat kepada Abu Mazen. Misalnya dengan menghilangkan perlintasan dan membuka jalan-jalan. Jenderal ini merencanakan dengan menyampaikan surat kepada pemerintah ketika menolak pembebasan tawanan Palestina dengan alasan itikad baik terhadap Abu Mazen. Alasan penolakan jenderal Israel ini adalah karena tawanan Palestina itu adalah kelompok teroris. Padahal pada saat yang sama, tawanan Israel masih berada di Arab.
Ringkasnya, tujuan surat itu adalah menuntut agar pemerintah Israel tidak memberikan janji-janji kepada Palestina dalam hal-hal kecil seperti ini. Apalagi dalam hal-hal besar sebelum memperoleh persetujuan dari pimpinan militer Israel. artinya, para elit militer Israel ingin agar Olmert mengambil tapi tidak memberi. Ini sikap permanent Israel dalam banyak perundingan dengan Palestina dan Arab. (bn-bsyr)

Tidak ada komentar: